Kita tak pernah mampu memastikan, di mana kita tua dan beruban nanti. Tak pernah tahu, ke mana perginya kedua telapak kaki kisut kita saat itu, meski hanya memastikan warna selop yang akan dipakai untuk ke kamar mandi. Mereka semua pun tidak tahu sesungguhnya, ke mana perginya masa tua itu. Beberapa sungguh percaya pada mimpi panjangnya dan rencana terbaiknya, yang ditulis pada buku-buku agenda atau agen-agen asuransi yang receh berkata-kata tentang kebebasan dari kesusahan.
Di ranjang, pikiran kita sering berbicara berlari terlalu jauh, menidurkan lelap pertanyaan-pertanyaan tempat kita hidup. Di mana, aku harus menyembuhkan kecemasan ini. Berikan aku petunjuknya, meski sebuah dekapan. Aku tidak yakin tentang hal ini.
Di bawah guyuran hujan lebat, tubuhku sering menahan kedinginan. Merasa lemah seperti sudah tua sebelum waktunya. Tuhan, aku takut kegigilan itu. Rasa hangat begitu tumpas.
Berikan aku musim panas sepanjang tahun, kalau pun hujan, rintiklah. Tak perlu terdengar gema deras suaranya di kebun-kebun kosong, luap pada selokan-selokan yang lupa di bersihkan dari mampat sampah plastik.
Aku hanya ingin merasakan kehidupan yang nyata, merasakan rumah yang kutinggali nanti. Aku tak perlu punya banyak kehidupan, aku hanya ingin sederhana. Merasakan dan kontak dengan tanah di sekitar kakiku.
Tutuplah matamu, jangan kau sampai melihat tangisku. Kita semua memang sedang berusaha. Kini aku duduk dan menanti, apakah malaikat itu benar-benar menentukan semua takdirku. (3/10/2017)